Filsafat Bahasa (Bahasa Indonesia)

Oleh Pak Dali S. Sinaga




Bahasa Indonesia







Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi. Di Timor Leste, Bahasa Indonesia berposisi sebagai bahasa kerja.

Dari sudut pandang linguistik, bahasa Indonesia adalah salah satu dari banyak ragam bahasa Melayu. Dasar yang dipakai adalah bahasa Melayu Riau dari abad ke-19. Dalam perkembangannya ia mengalami perubahan akibat penggunaanya sebagai bahasa kerja di lingkungan administrasi kolonial dan berbagai proses pembakuan sejak awal abad ke-20. Penamaan "Bahasa Indonesia" diawali sejak dicanangkannya Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, untuk menghindari kesan "imperialisme bahasa" apabila nama bahasa Melayu tetap digunakan.


Bahasa Melayu ke Bahasa Indonesia

Perkembangan Bahasa :
* Bahasa Melayu Purba
* Bahasa Melayu Kuno (jaman Sriwijaya, abad 4 - 14)
* Bahasa Melayu Klasik (abad 14 - 18)
* Bahasa Melayu Peralihan (abad 19)
* Bahasa Melayu Baru (abad 20)
* Bahasa Melayu Modern (bahasa Indonesia & bahasa Malaysia)

Bahasa Melayu Kuno (jaman Sriwijaya, abad 4 - 14)
Sebelum kedatangan pedagang India ke Kepulauan Melayu, bahasa yang digunakan oleh masyarakat setempat dikenali sebagai Bahasa Melayu Purba. Bahasa ini kemudiannya dinamakan Bahasa Melayu Kuno setelah mendapat pengaruh India. Bahasa Melayu Kuno mencapai kegemilangannya dari abad ke-7 hingga abad ke-13 pada zaman kerajaan Sriwijaya sebagai lingua franca dan bahasa pentadbiran. Mereka yang bertutur bahasa Melayu Kuno merangkumi Semenanjung Tanah Melayu (Kini Semenanjung Malaysia), Kepulauan Riau dan Sumatera.

Bahasa Melayu Klasik (abad 14 - 18)
bentuk bahasa Melayu yang dipakai oleh Kesultanan Melaka (abad ke-14), Kesultanan Aceh, dan sejumlah entitas politik lain di sekitarnya, hingga abad ke-18. Apakah dialek temporal (waktu) ini merupakan perkembangan lanjutan dari bahasa Melayu Kuna yang dipakai oleh Kerajaan Sriwijaya atau perkembangan dari dialek lain yang berkembang terpisah tidaklah diketahui. Tidak ada bukti tertulis atau laporan mengenai perubahan/evolusi bahasa ini. Bahasa Melayu Klasik ditandai dengan masuknya berbagai kosa kata pinjaman dari bahasa Arab, bahasa Parsi, dan (pada perkembangan selanjutnya) bahasa Portugis.

Bahasa Melayu Modern (bahasa Indonesia & bahasa Malaysia)



bahasa yang berawal pada abad ke-19. Hasil karangan Munsyi Abdullah-lah yang dianggap sebagai permulaan zaman bahasa Melayu modern. Sebelum penjajahan Inggris di Malaysia, bahasa Melayu mencapai kedudukan yang tinggi, berfungsi sebagai bahasa perantara, administratif, kesusasteraan, dan bahasa pengantar di pusat pendidikan Islam. Setelah Perang Dunia IIInggris menjadikan bahasa Inggris sebagai pengantar dalam sistem pendidikan. Setelah Malaysia merdeka, Perlembagaan Persekutuan Perkara 152 menetapkan bahasa Melayu sebagai bahasa kebangsaan Malaysia. Akta Bahasa Kebangsaan 1963/1967 menetapkan bahasa Melayu sebagai bahasa resmi negara MalaysiaLaporan Razak 1956 menetapkan bahasa Melayu sebagai pengantar dalam sistem pendidikan negara. Selain di Malaysiabahasa Melayu juga menjadi Bahasa Resmi di Singapura dan Brunei. Di Timor Leste dan Indonesia digunakan bahasa Bahasa Indonesia, sebuah dialek standar atau baku dari bahasa Melayu.

Ragam bahasa Melayu :
* Melayu Riau Johor
* Melayu Betawi
* Melayu Cina
* Melayu Manado
* Melayu Maluku
* Melayu Balai Pustaka, Pujangga Baru.

Bahasa Melayu Kuno pada Prasasti :
* Prasasti Kedudukan Bukit (Palembang, 16 Juni 682)
* Prasasti Talang Kuno (Palembang, 23 Maret 684)
* Prasasti Kota Kapur (Bangka, 28 Februari 686)
* Prasasti Krang Brahi (Jambi, tahun 692)
* Prasasti Telaga Batu (Palembang, abad ke -7)
* Prasasti Palas Pasemah (Lampung Selatan, abad ke - 7)
* Prasasti Sojomerto (Pekalongan, abad ke - 7)
* Prasasti Mañjuçrighra (Candi Sewu, Prambanan, Klaten, Jawa Tengah, 2 November 792M, Bahasa Melayu)
* Prasasti Kayu Mwungun (Temanggung)
* Prasasti Kota Kapur (Bangka Barat, tahun 686)
* Prasasti Gandasuli (Jawa Tengah, tahun 832)
* Prasasti Bogor (Bogor, tahun 942)
* Prasasti Sang Hyang Wintang II
* Prasasti Dampu Hawang Glis
* Prasasti Lagunan atau Keping Tembaga Laguna (Manila, Filipina, 900, Bahasa Melayu)



Prasasti Talang Tuwo



Ditemukan oleh Louis Constant Westenenk (residen Palembang kontemporer) pada tanggal 17 November1920 di kaki Bukit Seguntang, dan dikenal sebagai peninggalan Kerajaan SriwijayaKeadaan fisiknya masih baik dengan bidang datar yang ditulisi berukuran 50cm × 80 cm. Prasasti ini berangka tahun 606 Saka(23 Maret 684 Masehi), ditulis dalam aksara Pallawa, berbahasa Melayu Kuna, dan terdiri dari 14 baris. Sarjana pertama yang berhasil membaca dan mengalihaksarakan prasasti tersebut adalah van Ronkel dan Bosch, yang dimuat dalam Acta Orientalia. Sejak tahun 1920 prasasti tersebut disimpan di Museum Nasional IndonesiaJakarta, dengan nomor D.145.

Isi Prasasti Talang Tuwo


Terjemahannya


Peristiwa - peristiwa penting yang berkaitan dengan perkembangan Bahasa Indonesia :




  • Tahun 1908 pemerintah kolonial mendirikan sebuah badan penerbit buku-buku bacaan yang diberi nama Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian pada tahun 1917 diubah menjadi Balai Pustaka. Badan penerbit ini menerbitkan novel-novel, seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku penuntun bercocok tanam, penuntun memelihara kesehatan, yang tidak sedikit membantu penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas.
  • Tanggal 16 Juni 1927 Jahja Datoek Kajo menggunakan bahasa Indonesia dalam pidatonya. Hal ini untuk pertamakalinya dalam sidang Volksraad, seseorang berpidato menggunakan bahasa Indonesia.
  • Tanggal 28 Oktober 1928 secara resmi Muhammad Yamin mengusulkan agar bahasa Melayu menjadi bahasa persatuan Indonesia.
  • Tahun 1933 berdiri sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan dirinya sebagai Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana.
  • Tahun 1936 Sutan Takdir Alisyahbana menyusun Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia.
  • Tanggal 25-28 Juni 1938 dilangsungkan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Dari hasil kongres itu dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu.
  • Tanggal 18 Agustus 1945 ditandatanganilah Undang-Undang Dasar 1945, yang salah satu pasalnya (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.
  • Tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan ejaan Republik sebagai pengganti ejaan Van Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.
  • Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1954 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia II di Medan. Kongres ini merupakan perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa kebangsaan dan ditetapkan sebagai bahasa negara.
  • Tanggal 16 Agustus 1972 H. M. Soeharto, Presiden Republik Indonesia, meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) melalui pidato kenegaraan di hadapan sidang DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972.
  • Tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi berlaku di seluruh wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara).
  • Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1978 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia III di Jakarta. Kongres yang diadakan dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini selain memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sejak tahun 1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.
  • Tanggal 21-26 November 1983 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia IV di Jakarta. Kongres ini diselenggarakan dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua warga negara Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai semaksimal mungkin.
  • Tanggal 28 Oktober s.d 3 November 1988 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia V di Jakarta. Kongres ini dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari seluruh Indonesia dan peserta tamu dari negara sahabat seperti Brunei DarussalamMalaysiaSingapuraBelandaJerman, dan Australia. Kongres itu ditandatangani dengan dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kepada pencinta bahasa di Nusantara, yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
  • Tanggal 28 Oktober s/d 2 November 1993 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VI di Jakarta. Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa dari Indonesia dan 53 peserta tamu dari mancanegara meliputi Australia, Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia, Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Kongres mengusulkan agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa Indonesia, serta mengusulkan disusunnya Undang-Undang Bahasa Indonesia.
  • Tanggal 26-30 Oktober 1998 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VII di Hotel Indonesia, Jakarta. Kongres itu mengusulkan dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa.

Penyempurnaan Ejaan / Ejaan yang Disempurnakan (EYD)




Ejaan-ejaan untuk bahasa Melayu/Indonesia mengalami beberapa tahapan sebagai berikut:

Ejaan van Ophuijsen

Ejaan ini merupakan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Charles Van Ophuijsen yang dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim menyusun ejaan baru ini pada tahun 1896. Pedoman tata bahasa yang kemudian dikenal dengan nama ejaan van Ophuijsen itu resmi diakui pemerintah kolonial pada tahun 1901. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu:
  1. Huruf ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya harus disuarakan tersendiri dengan diftong seperti mulaï dengan ramai. Juga digunakan untuk menulis huruf y seperti dalam Soerabaïa.
  2. Huruf j untuk menuliskan kata-kata jangpajahsajang, dsb.
  3. Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroeitoeoemoer, dsb.
  4. Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma’moer’akalta’pa’, dsb.

Ejaan Republik

Ejaan ini diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947 menggantikan ejaan sebelumnya. Ejaan ini juga dikenal dengan nama ejaan Soewandi. Ciri-ciri ejaan ini yaitu:
  1. Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guruituumur, dsb.
  2. Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata takpakrakjat, dsb.
  3. Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2ber-jalan2ke-barat2-an.
  4. Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mendampinginya.

Ejaan Melindo (Melayu Indonesia)

Konsep ejaan ini dikenal pada akhir tahun 1959. Karena perkembangan politik selama tahun-tahun berikutnya, diurungkanlah peresmian ejaan ini.

Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD)

Ejaan ini diresmikan pemakaiannya pada tanggal 16 Agustus 1972 oleh Presiden Republik Indonesia. Peresmian itu berdasarkan Putusan Presiden No. 57, Tahun 1972. Dengan EYD, ejaan dua bahasa serumpun, yakni Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia, semakin dibakukan.

Kedudukan resmi

Bahasa Indonesia memiliki kedudukan yang sangat penting seperti yang tercantum dalam:
  1. Ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 dengan bunyi, ”Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
  2. Undang-Undang Dasar RI 1945 Bab XV (Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan) Pasal 36 menyatakan bahwa ”Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”.
Dari Kedua hal tersebut, maka kedudukan bahasa Indonesia sebagai:
  1. Bahasa kebangsaan, kedudukannya berada di atas bahasa-bahasa daerah.
  2. Bahasa negara (bahasa resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

0 komentar:

Posting Komentar