Pemasaran Politik

Dosen : Bpk. Eko Harry Susanto
Tanggal: Rabu, 20 April 2011

Pemasaran politik adalah variasi dari kebijakan komunikasi pemasaran untuk mempromosikan seorang atau proyek politik dengan menggunakan model teknik pemasaran komersial sebagai mewakili seperangkat metode yang dapat digunakan oleh organisasi-organisasi politik untuk pencapaian tujuan dalam hal program politik atau dalam memengaruhi perilaku para pemilih dengan melakukan propaganda.

Pemasaran politik ada yang mengatakan terlihat pada awalnya pada kampanye bagi kepentingan Napoleon di Mesir, tindakan Talleyrand dalam memberikan saran kepada Menteri Hubungan Luar Negeri Perancis saat itu, akan tetapi, sebagian besar lebih merujuk kepada Joseph Goebbels dengan film-film dari Leni Riefenstahl melalui slogan-slogan politik dari Nazi dan pemerintahan Reich Ketiga yang saat itu dipimpin oleh Adolf Hitler sebagai bagian dari propaganda politik akan tetapi hal ini akan masih juga harus melalui perdebatan yang kompleks mengenai terminologi. Dalammarketing politik modern sebetulnya merupakan elaborasi yang dilakukan oleh para profesional iklan merupakan produk asal Amerika Serikat. Semasa ketika Presiden Franklin D. Roosevelt menjabat sekitar tahun 1932 sudah terdapat sebuah program penyiaran melalui media radio yang lebih terkenal dengan nama program Fireside Chats dengan Franklin D. Roosevelt baru kemudian pada tahun 1933 di California berdiri sebuah perusahaan biro iklan yang pertama kali dalam marketing politik adalah Campaign, Inc. yang didirikan oleh Clem Whitaker dan Leone Baxter sebagai cikal bakal dari industri politik dan pada sekitar tahun 1960-an seiring terjadi peningkatan penggunaan media televisi dalam iklan kampanye politik dalam menjalankan komunikasi politik terdapat seseorang yang bernama Joseph Napolitan mengaku dan menyebut dirinya sebagai seorang konsultan politik (David D. Perlmutter, Manship Guide to Political Communication, halaman 19).
Konsultan marketing politik penggunaan teknik-teknik pemasaran yang sebelumnya hanya digunakan untuk produk-produk konsumen kemudian tumbuh pesat dan berpengaruh menjadi bagian penting dalam memperluas jangkauan kampanye hampir di semua tingkatan pemerintahan di Amerika Serikat, bidang pekerjaan konsultan marketing politik bekerja tidak hanya pada saat-saat kampanye pemilu akan tetapi juga bekerja untuk organisasi-organisasi politik lainnya termasuk pihak-pihak di dalam komite-komite aksi politik yang kadang-kadang pembiayaan di samarkan melalui pengeluaran independen terdapat beberapa juga melakukan pekerjaan sebagai humas atau melakukan riset bagi perusahaan kooperasi dan pemerintahan.
Dengan kemajuan pengembangan teknologi di bidang media, pemasaran politik telah menemukan alat baru untuk meningkatkan komunikasi yang persuasif. Selama masa-masa kampanye para politisi telah terampil menggunakan media radio untuk menyebarkan pesan-pesan mereka, salah satu contoh adalah Adolf Hitler lebih dari dari 60 tahun memanfatkannya demikian juga dengan dan John F. Kennedy, melalui penggunaan media televisi sebagai komponen utama dalam komunikasi politiknya demikian pula dengan Jenderal Charles de Gaulle di Perancis dalam usaha untuk meningkatkan pencitraan dengan penggunaan media ini. Saat sekarang, media internet ikut pula sebagai inti dari pemasaran politik. (Graeme Browning, Electronic Democracy: Using the Internet to Transform American Politics)

Talleyrand seorang politisi dan diplomat kelahiran Perancis mengatakan bahwa "Dalam perpolitikan, apa yang menjadikan keyakinannya akan lebih penting daripada apa yang sebenarnya terjadi "
Seorang Konsultan marketing politik pada umumnya bekerja lebih pada segi aspek emosional pemilih dibandingkan dengan pemaparan program-program kerja secara spesifik atau penjelasan teknis program. Media akan memiliki peran utama dalam bidang pekerjaan para konsultan marketing politik akan tetapi media bukanlah satu-satunya alat dengan melalui sebuah metode para konsultan marketing politik mencakup penggunaan teknik-teknik penargetan dalam komunikasi jarak dekat atau metode persuasi dengan campuran retorika melakukan rekayasa penggeseran tema perdebatan dalam memengaruhi tingkah laku pemilih. Tema kampanye adalah bagian dari strategi ini sebagai pembuatan topik yang menarik bagi pemilih. Kebijakan pelaku marketing politik dapat baik digunakan sebagai penyebab mempromosikan seorang atau partai dalam suatu negara, Konsultan marketing politik sering dipersalahkan berperilaku bagaikan menjual produk barang-barang dibandingkan dengan ide-ide atau program politik. (Michel Le Séac'h, L'Etat marketing, comment vendre des idées et des hommes politiques)

Pemasaran politik (political marketing) secara keilmuan masih menjadi perdebatan. Namun, ditilik dari kebutuhan praktik pemasaran politik sudah cukup lama dilakukan di Indonesia.

Di negara-negara Eropa kita melihat Partai Konservatif Inggris sebelum tahun 1980-an sudah memanfaatkan jasa biro iklan Saatchi untuk bertarung dalam pemilu. Hasilnya mereka berhasil menghantarkan Margaret Thatcher menduduki kursi Perdana Menteri pada tahun 1979.

Kemenangan Presiden wanita Irlandia Mary Robinson juga tak lepas dari teknik pemasaran politik–yang biasa diterapkan di dunia bisnis. Sementara itu, di Jerman, Green Party dan PSD juga menggunakan teknik-teknik manajemen pemasaran untuk menumbangkan Helmut Kohl yang tengah lama berkuasa.

Jauh sebelum itu terminologi marketing politik berdasarkan sejumlah literatur dikatakan, pada awalnya, ketika kampanye bagi kepentingan Napoleon di Mesir, di mana tindakan Talleyrand dalam memberikan saran kepada Menteri Hubungan Luar Negeri Perancis saat itu, akan tetapi, sebagian besar lebih merujuk kepada Joseph Goebbels dengan film-film dari Leni Riefenstahl melalui slogan-slogan politik dari Nazi dan pemerintahan Reich Ketiga yang saat itu dipimpin oleh Adolf Hitler sebagai bagian dari propaganda politik. Namun, hal ini masih juga harus melalui perdebatan yang kompleks mengenai terminologi-nya.

Dalam era perkembangannya marketing politik modern sebetulnya merupakan elaborasi yang dilakukan oleh para profesional iklan produk asal Amerika Serikat. Semasa Presiden Franklin D Roosevelt menjabat sekitar tahun 1932 sudah terdapat sebuah program penyiaran melalui media radio yang lebih terkenal dengan nama program Fireside Chats dengan Franklin D Roosevelt. Hingga pada tahun 1933 di California berdiri sebuah perusahaan biro iklan yang pertama kali dalam marketing politik bernama Campaign, Inc. yang didirikan oleh Clem Whitaker dan Leone Baxter sebagai cikal bakal dari industri politik.

Sebagai subjek akademis perkembangan political marketing dimulai dari Amerika Serikat (Braine et al, 1999). Dari waktu ke waktu penekanan definisi pemasaran politik mengalami perubahan: Shama (1975) & Kotler (1982) memberikan penekanan pada proses transaksi yang terjadi antara pemilih dan kandidat. O'Leary & Iradela (1976) menekankan penggunaan marketing-mix untuk mempromosikan partai-partai politik.

Lock dan Harris (1996) mengusulkan agar political marketing memperhatikan proses segmentation, targeting, dan positioning. Wring (1997) menekankan penggunaan riset opini dan analisis lingkungan. Sementara itu, Henneberg (1996) menganggap definisi pemasaran politik seharusnya disesuaikan dengan teori pemasaran relasional.

Faktor Persaingan
Sejak bergulirnya reformasi sistem pemerintahan dan hukum ketatanegaraan kita terus berubah. Ini memberikan peluang terhadap lebih terbukanya praktek marketing politik. Kunci utamanya jelas terjadi persaingan yang semakin ketat dan terbuka.

Diawali dari lahirnya UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah No 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan Kepala Daerah secara langsung. Ini  memberi ruang kepada setiap pasangan kandidat Presiden dan Wakil Presiden, Gubernur, Bupati, dan Walikota untuk mempromosikan dirinya --agar dipilih rakyat.

Kemudian, pemilu legislatif DPR, DPD, dan DPRD juga sama. Belakangan konstalasi persaingan politik semakin seru menyusul dikabulkannya permohonan calon kepala daerah dari jalur independen (perseorangan) oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada tanggal 23 Juli 2007 beberapa tahun lalu.

Perubahan struktur mekanisme pemilihan kepala daerah tersebut membawa dampak yang besar terhadap perkembangan studi mengenai political marketing. Terutama perilaku pemilih (voter behavior) di Indonesia. Karena, untuk memenangkan sebuah pemilihan umum, termasuk pilkada, seorang pasangan kandidat dan partai dituntut untuk mengetahui pemilih sasarannya (Kotler dan Kotler, 1999).

Dengan iklim demokrasi yang berkembang secara pesat memberi jalan bagi munculnya kampanye dan strategi pemasaran politik yang lebih inovatif. Sesuatu yang amat wajar kalau persaingan politik terjadi amat ketat ketika pilkada digelar di seluruh Indonesia.

Setiap pasangan kandidat bahkan berani mengeluarkan uang hingga miliaran rupiah untuk promosi. Tujuannya amat pasti untuk dikenal, disuka, disimpati, dicinta, dan dipilih. Dan, popularitas menjadi target sangat penting demi membangun citra positif pasangan kandidat.

Dalam ilmu marketing --marketing esensinya adalah sebuah transaksi pertukaran nilai. Sedangkan transaksi politik terjadi ketika seseorang hendak memilih partai politik atau pasangan-pasangan kandidat. Sebagai konsumen pemilih membuat keputusan menukarkan hak suaranya dengan harapan akan terbentuk pemerintahan yang baik --berpihak kepada rakyat.

Jika disimpulkan setidaknya ada lima faktor kenapa pemasaran politik cepat berkembang di Indonesia? Pertama, sistem multi partai yang memungkinkan siapa saja boleh mendirikan partai politik dan konsekuensinya menyebabkan persaingan tajam antar partai politik. Kedua, pemilih telah lebih bebas menentukan pilihannya dibandingkan pemilu sebelumnya sehingga syarat bagi penerapan pemasaran politik terpenuhi. Ketiga, partai-partai lebih bebas menentukan platform dan identitas organisasinya. Keempat, pemilu merupakan momentum sejarah yang penting dalam perjalanan bangsa sehingga pihak-pihak berkepentingan terutama para elit politik akan berusaha keras untuk ambil bagian. Kelima, sistem pemilihan anggota DPR, DPD dan presiden secara langsung serta pemilihan kepala daerah (pilkada) gubernur, bupati, dan walikota (Nursal, 2004).

Produk Politik dan Keputusan Memilih Dalam marketing politik produk politik terbagi. Yakni policy (program, isu, dan program kerja), person (figur pasangan kandidat dan figur pendukung), party (ideologi, struktur, dan visi-misi dari partai yang mencalonkan). Dan, presentation (medium komunikasi/ konteks simbolis) (Dan Nimmo 1993 dalam Nursal 2004).

Sebelum seorang konsumen–pemilih melakukan pemilihan terhadap berbagai alternatif pemuas kebutuhannya mereka telah melalui beberapa tahapan. Tahapan tersebut meliputi pengenalan masalah, pencarian informasi mengenai produk, evaluasi alternatif, keputusan memilih, dan perilaku pasca pemilihan (Solomon, 1999).

Berdasar kepada teori tersebut kita akan lebih mudah mempetakan atau bahkan tanpa disadari sudah mempraktikannya saat kita sedang mengikuti proses pilkada mulai dari masa kampanye hingga ketika berada di bilik suara. Artinya pada saat yang sama pula proses transaksi --pertukaran nilai, sebagai keputusan menukarkan hak suaranya kepada pasangan kandidat dengan harapan memperoleh nilai di mana ingin tercipta sebuah pemerintahan yang baik sekaligus pro rakyat, terjadi.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

0 komentar:

Posting Komentar